KPK Harus Serius Tangani Kasus Sumber Daya Alam

Infosatelitnews.com,Jakarta.- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif berharap KPK saat ini serius dalam menangani kasus korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).

Korupsi di sektor itu memiliki dampak luar biasa karena bisa merusak lingkungan.

Menurut Laode, KPK harus terjun mengungkap korupsi di sektor SDA ini karena kementerian dan lembaga di sektor lingkungan dan SDA terkesan membiarkan pelanggaran-pelanggaran di sektor tersebut.

Kalau ada pembiaran, kita bisa mencurigai ada korupsi di situ,” kata Laode dalam sebuah seminar online, Rabu (6/5).

Menurutnya, beberapa kementerian seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebetulnya mempunyai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk menindak pelanggaran di sektor SDA. Namun, Laode menyebut tak ada satu pun kerusakan tambang yang disidik oleh PPNS Kementerian ESDM.

Kementerian dan lembaga lain itu banyak melakukan pembiaran. Seharusnya tidak perlu disidik korupsinya kalau mereka melaksanakan, menjalankan, menegakkan Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Kehutanan, Undang-undang Pertambangan dengan baik..

Laode menambahkan, penindakan terhadap pelanggaran UU di atas juga lebih mudah dibuktikan dibandingkan membuktikan tindak pidana korupsi.

Misalnya, bila satu perusahan tidak membayar jaminan reklamasi, gampang sekali dan pilihannya banyak, bisa digugat dituntut secara perdata bahkan mereka bisa menerapkan sanksi administrasi negara dan sanksi pidana.

Laode pun membeberkan beberapa kasus korupsi di sektor SDA yang pernah ditangani KPK salah satunya kasus alih-fungsi lahan hutan yang menjerat mantan Gubernur Riau Annas Maamun.

“Apakah saya di KPK sudah berupaya maksimum? Belum, saya akui, tetapi banyak yang kita naikkan menjadi tersangka dan berhasil,” kata Laode.

Namun ada juga kasus yang hingga kini belum tuntas.

La Ode kemudian menyinggung dua perkara yang berkaitan dengan korupsi SDA yang ditangani KPK. Dua kasus yang dimaksud Syarif itu yakni: Pertama, kasus dugaan korupsi terkait izin usaha pertambangan (IUP) terhadap tiga perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang menjerat Bupati Kotim Supian Hadi. KPK menduga negara telah merugi senilai Rp5,8 triliun dan US$711 ribu akibat kasus itu.

Kedua, kasus dugaan korupsi pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun. Dalam kasus ini ada tiga tersangka baru, salah satunya merupakan tersangka korporasi yakni PT Palma Satu.

“Ini saya mengingatkan saja teman-teman di KPK, ini KPK tetapkan Bupati Kotawaringin Timur itu 1 Februari 2019. Saya kurang tahu bupatinya ada di mana sekarang, apakah sudah ditahan atau belum. Saya informasikan saja kasus ini penyelidikannya dimulai sebelum saya masuk KPK, setelah saya masuk saya lihat susah banget didorongnya. Habis itu ada lagi yang korporasi,” sebut Syarif.

Ia berharap kasus ini dilanjut terus. Ini kasus-kasus yang besari yang nilainya ratusan miliar bahkan mungkin yang korporasi bisa triliunan rupiah.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Hariadi Kartodihardjo dalam diskusi yang sama mengatakan, politik merupakan salah satu faktor penyebab maraknya praktik korupsi di sektor SDA.

Salah satu modusnya adalah donatur yang mendukung calon kepala daerah akan meminta timbal balik saat calon kepala daerah itu sudah menjabat.

“Semakin besar biaya politik dikeluarkan, makin penting perusahaan itu untuk menentukan arah pemerintahan,” kata Hariadi.

Menurutnya, ada kepentingan pihak swasta ketika mengucurkan donasi kepada calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada. Kepentingan atau timbal balik yang diharapkan pihak swasta itu dapat berupa kemudahan mengikuti tender, keamanan dalam menjalankan bisnis, hingga akses ke pejabat di daerah untuk memperoleh izin.

Hal ini menunjukan bahwa elemen dan fasilitas negara telah digunakan untuk kepentingan segelintir personal atau kelompok.

Ia menambahkan, `transaksi` antara pejabat dengan pihak pengusaha pun terkesan alamiah dan seolah-olah tanpa paksaan.hs Gresnews.

Share:

Array

Komentar:

Berita Lainnya