Kepri.Infosatelitnews.com – Penggunaan bahasa di ruang publik oleh pejabat negara seharusnya mencerminkan etika yang baik serta menghormati semua pihak. Baru-baru ini, pernyataan Menteri Desa yang menyebut istilah “wartawan bodrek” menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk Arief Cahyadin, Dewan Pimpinan Nasional Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Divisi Hubungan Antar Lembaga.
Pentingnya Etika dalam Berbahasa di Ruang Publik
Bahasa yang digunakan pejabat publik harus sesuai dengan norma yang berlaku, mengingat mereka merupakan figur yang menjadi panutan masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, penggunaan bahasa di ruang publik harus sesuai dengan kaidah yang baik dan benar. Selain itu, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 juga menegaskan pentingnya penggunaan bahasa yang mencerminkan kebangsaan dan etika dalam komunikasi resmi.
Menurut Arief Cahyadin, terdapat cara yang lebih tepat dalam menyampaikan kritik atau saran terhadap profesi wartawan. Misalnya, jika ada wartawan yang dinilai kurang profesional, menteri bisa menyampaikan pernyataan yang lebih santun, seperti:
“Saya, Menteri Desa, mengizinkan untuk memberikan masukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar membenahi para sahabat wartawan dalam menerapkan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Mendapati laporan dari kepala desa bahwa masih ada oknum yang mengatasnamakan wartawan, kami ingin mengajak berkolaborasi dalam membangun bangsa ini secara sejalan. Kami juga akan menyiapkan program peningkatan kapasitas bagi para wartawan di lapangan.”
Pernyataan seperti ini lebih bijak dan menunjukkan sikap membangun dibanding menggunakan istilah yang merendahkan suatu profesi.
Kolaborasi dan Solusi dalam Meningkatkan Profesionalisme Wartawan
Salah satu langkah solutif yang bisa dilakukan adalah melalui Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa, yang merupakan program pemerintah dalam mendukung implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Program ini bisa menjadi sarana untuk membangun keakraban antara pemerintah desa dan media dalam rangka menyebarkan informasi yang kredibel dan bermanfaat bagi masyarakat.
Arief Cahyadin menegaskan bahwa wartawan adalah profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, sehingga diperlukan penghormatan terhadap kerja jurnalistik yang profesional. Oleh karena itu, ia meminta Menteri Desa untuk segera melakukan klarifikasi serta permohonan maaf secara publik atas pernyataannya.
Mengajak Wartawan untuk Profesional dan Beretika
Selain meminta klarifikasi dari Menteri Desa, Arief juga mengimbau kepada seluruh wartawan untuk tetap bekerja sesuai dengan amanat Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Wartawan diharapkan terus membekali diri dengan pengetahuan yang baik dalam profesinya, serta menunjukkan etika, performa, dan kesantunan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Sebagai penutup, komunikasi yang baik antara pemerintah dan media sangat penting dalam membangun negara. Kritik bisa disampaikan dengan cara yang lebih elegan dan membangun, bukan dengan bahasa yang bisa menyinggung profesi tertentu.(Rhn)